Koreksi IHSG di Depan Mata? Ini Rekomendasi Saham Pilihan!

Scoot.co.id – JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat mencatatkan pencapaian signifikan dengan menembus level psikologis 8.000, bahkan mencapai rekor tertinggi sepanjang masa (ATH) di angka 8.017 dalam perdagangan intraday. Namun, euforia tersebut tak bertahan lama. Pada penutupan perdagangan Jumat (15/8/2025), IHSG justru melemah 0,41% ke level 7.898, memicu kekhawatiran sejumlah analis bahwa potensi koreksi masih akan berlanjut.

Kinerja IHSG sepekan terakhir memang menunjukkan kekuatan luar biasa, dengan penguatan mencapai 4,84%. Bahkan, akumulasi penguatan sejak awal tahun atau secara year to date (YtD) telah menyentuh 11,56%, menandakan tren positif yang signifikan.

Di balik laju impresif tersebut, sektor-sektor kunci berperan sebagai motor penggerak utama. Sektor teknologi memimpin dengan kenaikan fantastis 156,53% YtD, disusul oleh sektor basic materials dengan penguatan 29,34% YtD, dan sektor infrastruktur yang juga mencatatkan kenaikan solid 28,86% YtD.

IHSG Turun 0,09% ke 7.891 di Sesi I Selasa (19/8), SCMA, ASII, UNVR Top Gainers LQ45

Kinerja positif IHSG ini tidak lepas dari dorongan sederet sentimen, baik dari ranah domestik maupun global. Analis menyoroti jeda kesepakatan tarif antara Amerika Serikat (AS) dengan China selama 90 hari, yang meredakan ketegangan pasar. Selain itu, masuknya sejumlah emiten lokal berkapitalisasi pasar besar ke indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) turut menjadi katalis kuat, menarik minat investor global.

Optimisme pasar semakin diperkuat oleh ekspektasi penurunan suku bunga acuan bank sentral AS, The Fed, yang diproyeksikan terjadi pada September mendatang. Sentimen positif lainnya datang dari pidato Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, menjelang perayaan 80 tahun kemerdekaan pada 17 Agustus 2025 lalu, yang memberikan sinyal stabilitas dan harapan ekonomi.

Namun, pencapaian level ATH tersebut justru “menggelitik” para investor untuk melakukan aksi profit taking, sebuah fenomena wajar setelah kenaikan tajam. Akibatnya, IHSG pun ditutup melemah di akhir perdagangan pekan lalu, mengakhiri euforia singkat tersebut.

Rully Arya Wisnubroto, Head of Research & Chief Economist Mirae Asset, memproyeksikan bahwa aksi profit taking masih akan mendominasi pergerakan pasar saham pekan ini. Menurutnya, hal ini membuat IHSG rentan terhadap koreksi lanjutan, mengingat kenaikan yang terjadi belum sepenuhnya ditopang oleh fundamental kinerja perusahaan yang kuat. “Kenaikan kemarin belum ditopang oleh fundamental kinerja perusahaan,” jelas Rully kepada Kontan, Selasa (19/8/2025).

Tembus Level 8.000, IHSG Cetak Rekor Intraday Tertinggi Pekan Lalu

Pandangan serupa disampaikan oleh William Hartanto, Praktisi Pasar Modal & Founder WH-Project. Ia sepakat bahwa potensi pelemahan masih mengintai IHSG, terutama jika level resistansi 7.913 gagal ditembus. William menambahkan, aksi profit taking ini kemungkinan besar akan berlanjut hingga September, selaras dengan siklus tahunan IHSG yang secara historis memang cenderung melemah pada bulan tersebut.

Namun, di tengah proyeksi pelemahan tersebut, ada secercah optimisme. Fath Aliansyah Budiman, Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas Indonesia, mencermati adanya indikasi aliran dana asing yang kembali masuk ke pasar saham Tanah Air. Menurutnya, hal ini bisa meredam koreksi IHSG sehingga hanya bersifat jangka pendek. Fath menjelaskan, “Inflow asing mulai konsisten di saham blue chips dan momentum positif di saham konglomerasi.”

Data membuktikan optimisme tersebut. Tercatat, investor asing telah melakukan net buy atau beli bersih senilai Rp 6,68 triliun sepanjang pekan lalu, dan secara kumulatif mencapai Rp 4,32 triliun dalam sebulan terakhir. Saham-saham blue chips menjadi incaran utama, dengan net buy asing terbesar pada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebesar Rp 2,31 triliun dalam sepekan. Disusul kemudian oleh PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dengan Rp 1,65 triliun, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Rp 1,35 triliun, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Rp 736,95 miliar, dan PT Astra International Tbk (ASII) Rp 228,44 miliar.

Selain itu, momentum masuknya sejumlah emiten ke indeks MSCI juga memberikan dorongan signifikan pada saham-saham konglomerasi pekan ini. Berdasarkan data mingguan Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 11-15 Agustus 2025, beberapa saham menjadi penggerak utama IHSG, yaitu PT DCI Indonesia Tbk (DCII) dengan sumbangan 84,92 poin, PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) 53,67 poin, dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) 30,32 poin.

Melihat dinamika pasar saat ini, Fath menyarankan agar momen koreksi IHSG dapat dimanfaatkan oleh investor jangka panjang sebagai peluang masuk ke pasar. Meskipun demikian, investor tetap perlu mencermati sentimen dari hasil rapat dewan gubernur (RDG) Bank Indonesia yang akan datang. Sementara itu, William merekomendasikan sektor kelapa sawit untuk diincar. Ia secara spesifik merekomendasikan buy pada saham-saham seperti PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG), PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG), PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP), dan PT Sumber Tani Agung Resources Tbk (STAA).

Ringkasan

IHSG sempat mencapai rekor tertinggi sepanjang masa namun kemudian melemah, memicu kekhawatiran akan potensi koreksi lanjutan. Meskipun demikian, IHSG menunjukkan penguatan signifikan secara *year to date*, didorong oleh sektor teknologi, *basic materials*, dan infrastruktur. Kinerja positif ini didukung oleh sentimen global dan domestik, termasuk jeda kesepakatan tarif AS-China dan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed.

Para analis memproyeksikan aksi *profit taking* akan mendominasi pergerakan pasar saham, membuat IHSG rentan terhadap koreksi. Namun, aliran dana asing yang kembali masuk ke pasar saham Indonesia dapat meredam koreksi tersebut. Investor jangka panjang disarankan untuk memanfaatkan momen koreksi sebagai peluang masuk, dengan fokus pada saham *blue chips* dan sektor kelapa sawit seperti DSNG, TAPG, SIMP, dan STAA.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *