Minyak Anjlok! Emiten Migas Terancam? Cek Strategi Investasi Sekarang!

Pelemahan harga minyak mentah global saat ini menghadirkan tantangan signifikan bagi kinerja emiten produsen minyak dan gas (migas) di Indonesia. Namun, di sisi lain, tingginya kebutuhan energi domestik berpotensi menjadi penopang dan katalis positif bagi kelangsungan usaha mereka.

Data terbaru dari Trading Economics menunjukkan bahwa harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) berada di level US$ 62,74 per barel pada Rabu, 13 Agustus 2025 pukul 18.40 WIB. Angka ini mencerminkan pelemahan 0,67% dari hari sebelumnya dan tergelincir 6,29% dalam sebulan terakhir. Senada, harga minyak mentah jenis Brent juga terkoreksi 0,52% menjadi US$ 65,77 per barel pada tanggal yang sama, dengan penurunan kumulatif 4,96% selama sebulan terakhir.

Secara makro, Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, menjelaskan bahwa penurunan harga minyak ini didorong oleh peningkatan pasokan global yang bersamaan dengan perlambatan permintaan. Produksi minyak Amerika Serikat (AS) kembali mencatat rekor pada tahun 2025. Sementara itu, kebijakan OPEC+ yang secara bertahap menambah produksi seiring berakhirnya pemangkasan sukarela kian memperburuk kondisi. Hal ini, menurut Ekky, meningkatkan risiko kelebihan pasokan di pasar.

Chief Executive Officer (CEO) Edvisor Provina Visindo, Praska Putrantyo, menambahkan bahwa kekhawatiran terhadap kebijakan tarif AS masih membayangi, berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi global dan menekan permintaan minyak. Dalam kondisi harga minyak yang rendah ini, emiten migas seperti PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), PT Rukun Raharja Tbk (RAJA), dan PT Raharja Energi Cepu Tbk (RATU) akan sangat dirugikan, mengingat profitabilitas mereka terancam terhambat.

Untuk mengantisipasi dampak negatif tersebut, emiten produsen migas dapat mengambil langkah strategis. Praska menyarankan optimalisasi fasilitas hedging atau lindung nilai, serta penyesuaian capital expenditure (capex) demi menjaga arus kas tetap sehat. Selain itu, diversifikasi sumber pendapatan ke industri gas bumi atau energi terbarukan juga menjadi opsi yang menjanjikan, tambahnya pada Rabu, 13 Agustus 2025.

Sementara itu, Ekky Topan memprediksi harga minyak cenderung bergerak netral di kisaran US$ 60–64 per barel untuk sisa tahun 2025, dengan asumsi pasokan produk terus meningkat. Namun, ia mengingatkan bahwa prediksi ini sangat dinamis dan sensitif terhadap isu geopolitik yang dapat mengganggu pasokan global. Sebagai contoh, konflik bersenjata Iran-Israel pada Juni lalu sempat memicu harga minyak mentah melonjak hingga di atas level US$ 70 per barel.

Di luar fluktuasi harga komoditas, beberapa sentimen penting akan memengaruhi kinerja emiten migas pada semester II-2025. Dari sisi positif, kebijakan pemerintah menunjukkan dukungan kuat terhadap industri hulu migas, antara lain melalui pelaksanaan lelang wilayah kerja (WK) baru, penguatan implementasi teknologi pengeboran minyak, serta beberapa proyek migas yang on-stream pada tahun 2025, termasuk milik MEDC dan ENRG. Kebijakan ini diharapkan tidak hanya mendorong peningkatan produksi migas tetapi juga meningkatkan kepercayaan investor.

Lebih lanjut, agenda ketahanan energi nasional yang menargetkan peningkatan lifting minyak menjadi 1 juta BOPD pada 2029/2030, serta pembangunan kilang minyak dan proyek LNG domestik, berpotensi menjadi katalis positif jika eksekusinya berjalan optimal, ungkap Ekky.

Beralih ke sentimen negatif, kinerja emiten migas dapat meredup jika terjadi kenaikan biaya operasional di tengah tekanan margin laba. Selain itu, kondisi pertumbuhan ekonomi yang melemah juga akan menyebabkan penurunan permintaan minyak, imbuh Praska.

Dari jajaran emiten migas, MEDC menjadi saham yang menarik untuk dicermati investor. Praska Putrantyo merekomendasikan saham ini dengan target harga Rp 1.400 per saham. Senada, Ekky Topan juga melihat MEDC sebagai saham yang patut dikoleksi, dengan target harga di kisaran Rp 1.500–1.700 per saham. MEDC berpeluang menjadi unggulan di sektor migas berkat dukungan peningkatan produksi dari lapangan migas baru, efisiensi operasional yang terjaga, serta potensi stabilitas harga minyak di masa mendatang.

Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa per semester I-2025, pendapatan MEDC terkoreksi 2,56% year on year (yoy) menjadi US$ 1,14 miliar. Laba bersih MEDC juga mengalami kontraksi signifikan sebesar 81,52% yoy, hanya mencapai US$ 37,37 juta.

Ringkasan

Harga minyak mentah global mengalami penurunan yang dipicu oleh peningkatan pasokan dan perlambatan permintaan, berpotensi menekan profitabilitas emiten migas seperti MEDC, ENRG, RAJA, dan RATU. Untuk mengatasi tantangan ini, emiten disarankan untuk mengoptimalkan hedging, menyesuaikan capex, dan melakukan diversifikasi ke sektor gas bumi atau energi terbarukan.

Meskipun harga minyak diprediksi cenderung netral, beberapa sentimen positif seperti kebijakan pemerintah yang mendukung industri hulu migas dan target peningkatan lifting minyak dapat menjadi katalis. Saham MEDC direkomendasikan oleh analis dengan target harga tertentu, namun perlu diperhatikan penurunan pendapatan dan laba bersih perusahaan pada semester I-2025.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *