Rupiah Melemah? Ini Saham yang Untung! + Daftar Rekomendasi

Pelemahan nilai tukar rupiah sebesar 1,38% dalam sepekan terakhir telah menjadi titik balik yang signifikan dalam lanskap ekonomi domestik. Kondisi ini memberikan optimisme baru bagi emiten yang berorientasi ekspor, namun di sisi lain, menjadi beban berat bagi perusahaan yang sangat bergantung pada biaya bahan baku impor. Fluktuasi kurs ini menciptakan dinamika yang kompleks, dengan satu sektor meraih keuntungan sementara sektor lainnya menghadapi tantangan.

Salah satu emiten yang diuntungkan dari koreksi rupiah ini adalah PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Lydia Yohana, Senior Analyst Investor Relations INCO, menjelaskan bahwa seluruh pendapatan perseroan berbasis dolar AS, sedangkan sekitar 90% biaya operasional mereka masih dalam mata uang rupiah. “Ketika rupiah melemah, pendapatan kami dalam rupiah otomatis meningkat,” ujar Lydia kepada Kontan pada Senin (22/9/2025). Meskipun demikian, perusahaan pertambangan nikel ini juga mengakui adanya tantangan, terutama pada biaya impor barang modal, suku cadang, dan jasa yang juga berbasis dolar AS, yang ikut mengalami kenaikan.

Untuk meredam dampak negatif tersebut, INCO secara proaktif menjalankan strategi efisiensi operasional, pengendalian biaya yang ketat, serta optimalisasi rantai pasok. “Prinsip kami berfokus pada keberlanjutan operasi jangka panjang, bukan semata dampak jangka pendek dari nilai tukar,” tegas Evan, menekankan komitmen jangka panjang perseroan di tengah volatilitas kurs.

Pandangan serupa turut disampaikan oleh Ang Andri Pribadi, Wakil Direktur Utama PT Selamat Sempurna Tbk (SMSM). Ia mengutarakan bahwa pelemahan rupiah secara signifikan menambah nilai bagi hasil ekspor perusahaan, mengingat kontribusi penjualan ekspor mereka mencapai 65% pada semester I-2025. Namun, SMSM juga menghadapi tantangan dalam hal pengadaan bahan baku; sekitar dua pertiga bahan baku masih diimpor, dengan hanya sepertiga yang berasal dari domestik. Hal ini mencerminkan minimnya industri hulu di Indonesia yang mampu memenuhi standar teknis dan kualitas tinggi yang dibutuhkan SMSM.

Meski dihadapkan pada ketergantungan impor, Ang Andri menjelaskan bahwa struktur bisnis Perseroan yang berorientasi ekspor secara inheren menciptakan natural hedge. Posisi ‘long dollar’ ini memungkinkan potensi kenaikan biaya impor dapat lebih seimbang dengan peningkatan penerimaan ekspor. Hingga pertengahan tahun ini, SMSM telah berhasil mengekspor produknya ke berbagai pasar global, termasuk Amerika Serikat (AS) senilai Rp 273,85 miliar, Australia Rp 183,07 miliar, Malaysia Rp 179,22 miliar, Thailand Rp 119,40 miliar, Jepang Rp 84,21 miliar, Prancis Rp 79,99 miliar, Singapura Rp 71,68 miliar, Uni Emirat Arab Rp 50,67 miliar, Belgia Rp 42,17 miliar, dan Jerman Rp 39,20 miliar.

Untuk mengantisipasi gejolak kurs ke depan, SMSM terus memperkuat strategi pengelolaan kas, negosiasi harga dengan pemasok, serta mengevaluasi opsi lindung nilai jika diperlukan. Diversifikasi pasar ekspor dan efisiensi operasional juga menjadi fokus utama yang terus diperkuat untuk menjaga stabilitas kinerja perseroan.

Analis Kiwoom Sekuritas, Miftahul Khaer, mempertegas bahwa pelemahan rupiah ini memang memberikan ruang positif bagi emiten ekspor, khususnya di sektor komoditas, untuk mencatat kinerja yang lebih solid. Pendapatan mereka yang berbasis dolar AS akan meningkat secara signifikan saat dikonversi ke rupiah. Miftahul memproyeksikan sektor seperti nikel, batubara, emas, dan pulp & paper akan menjadi penerima manfaat utama. Sebaliknya, emiten yang mayoritas mengandalkan bahan baku impor seperti farmasi, otomotif, dan beberapa consumer goods, berpotensi tertekan akibat melonjaknya biaya produksi.

“Jadi, pelemahan rupiah ini bisa dibilang menciptakan benefit untuk emiten tertentu dengan sisi lain bisa jadi pemberat juga untuk emiten dengan biaya bahan baku impor yang besar,” jelas Miftahul. Ke depan, pergerakan rupiah dan pasar saham ditaksir masih akan sangat dipengaruhi oleh arah kebijakan suku bunga The Federal Reserve, tren harga komoditas global, serta perkembangan defisit transaksi berjalan. Sebagai rekomendasi, Miftahul menyoroti saham PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) dengan strategi trading buy dan target harga Rp 7.600, seiring prospek perbaikan harga pulp global dan kuatnya orientasi ekspor perusahaan.

Ringkasan

Pelemahan rupiah sebesar 1,38% menguntungkan emiten ekspor seperti PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan PT Selamat Sempurna Tbk (SMSM). INCO, dengan pendapatan dolar AS dan biaya operasional rupiah, mengalami peningkatan pendapatan rupiah. SMSM, yang 65% penjualannya ekspor, juga mendapat keuntungan, meski menghadapi tantangan pengadaan bahan baku impor.

Analis memprediksi sektor komoditas seperti nikel, batubara, emas, dan pulp & paper akan menguntungkan. Sebaliknya, emiten dengan bahan baku impor besar seperti farmasi dan otomotif berpotensi tertekan. Saham PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) direkomendasikan sebagai trading buy dengan target harga Rp 7.600 karena prospek harga pulp global dan orientasi ekspor yang kuat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *