KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Langkah Bank Indonesia (BI) yang memangkas suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,00% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) 19-20 Agustus 2025 langsung disambut antusias oleh pasar saham domestik. Kebijakan moneter yang akomodatif ini segera tercermin pada kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Pada penutupan perdagangan Rabu (20/8), IHSG berhasil mencatatkan penguatan signifikan sebesar 1,03%, bertengger di level 7.943,82. Kenaikan ini menandai respons positif pasar terhadap sinyal pelonggaran kebijakan moneter yang telah dinanti-nantikan.
Ekonom Panin Sekuritas, Felix Darmawan, menegaskan bahwa pemangkasan suku bunga BI merupakan katalis positif yang jelas bagi pasar saham. Menurutnya, langkah ini menandai dimulainya siklus pelonggaran moneter di dalam negeri, sebuah kebijakan yang sejalan dengan ekspektasi global akan penurunan suku bunga.
Felix memproyeksikan, dalam jangka pendek hingga menengah, IHSG berpotensi bergerak di kisaran 7.900–8.100. Peluang untuk menembus level psikologis 8.000 pun terbuka lebar, asalkan arus dana asing tetap mengalir masuk dan stabilitas nilai tukar rupiah dapat terjaga.
Secara spesifik, Felix menyoroti sejumlah sektor yang diuntungkan. Emiten perbankan besar seperti BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI, direkomendasikan sebagai pilihan utama. Saham-saham bank ini sangat sensitif terhadap penurunan suku bunga, yang berpotensi mendorong ekspansi kredit dan menjaga kualitas aset tetap terkendali.
Tidak hanya perbankan, sektor properti juga menarik untuk dicermati. Penurunan suku bunga akan langsung berdampak pada penurunan biaya Kredit Pemilikan Rumah (KPR), yang pada gilirannya dapat meningkatkan permintaan hunian. Oleh karena itu, saham-saham properti seperti BSDE, CTRA, atau PWON berpeluang besar menjadi primadona di kalangan investor.
“Bagi investor, strategi yang paling tepat adalah melakukan akumulasi bertahap pada saham-saham berkapitalisasi besar di sektor perbankan dan properti, mengingat keduanya mendapatkan manfaat langsung dari kebijakan suku bunga yang lebih rendah,” ujar Felix kepada Kontan pada Rabu (20/8).
Meskipun demikian, Felix mengingatkan pentingnya disiplin investasi. Investor diminta untuk terus memantau perkembangan eksternal, khususnya arah kebijakan dari Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserves/The Fed), agar tidak terjebak dalam euforia pasar jangka pendek yang berlebihan.
Pandangan senada diungkapkan oleh Angga Septianus, Community Lead Indo Premier Sekuritas (IPOT). Ia menjelaskan bahwa IHSG memang merespons pemangkasan suku bunga dengan sangat positif, dengan saham-saham perbankan sebagai lokomotif penggeraknya. Angga memperkirakan target kenaikan IHSG terdekat akan menuju level all time high (ATH) di 8.017, dengan potensi kuat untuk bertahan di atas level psikologis 8.000.
“Saham-saham di sektor properti dan perbankan tetap menjadi pilihan yang sangat menarik, di samping saham-saham lain yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap perubahan suku bunga,” ungkap Angga kepada Kontan pada Rabu (20/8).
Secara lebih rinci, Angga merekomendasikan beberapa saham untuk dicermati. Di sektor perbankan, pilihannya meliputi BBRI, BMRI, BBCA, BBNI, dan BBTN. Sementara itu, untuk sektor properti, investor dapat mempertimbangkan saham-saham seperti SMRA, CTRA, BSDE, serta PWON.
Khusus untuk saham BBCA, Angga memberikan rekomendasi buy dengan target harga yang ambisius di Rp 9.000 per saham. Investor juga disarankan untuk menetapkan batas cut loss di bawah Rp 8.275 per saham guna membatasi risiko.
Ringkasan
Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,00%, yang disambut positif oleh pasar saham. IHSG merespons dengan kenaikan signifikan sebesar 1,03%, mencapai level 7.943,82. Pemangkasan suku bunga dipandang sebagai katalis positif yang memicu siklus pelonggaran moneter, dengan potensi IHSG bergerak di kisaran 7.900-8.100.
Sektor perbankan dan properti dinilai paling diuntungkan dari penurunan suku bunga. Saham-saham seperti BBCA, BBRI, BMRI, BBNI (perbankan) dan BSDE, CTRA, PWON (properti) direkomendasikan untuk akumulasi bertahap. Meskipun demikian, investor diingatkan untuk tetap disiplin dan memantau perkembangan eksternal, terutama kebijakan The Fed.