NEW YORK – Bursa saham Wall Street berhasil membalikkan keadaan pada Kamis (23/10/2025), mengakhiri perdagangan dengan penguatan setelah sempat tertekan di awal sesi. Sentimen negatif datang dari laporan laba yang kurang memuaskan dari raksasa teknologi seperti Tesla dan IBM. Di sisi lain, para investor juga terus mencermati peningkatan ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok yang kembali memanas.
Pada pukul 09.38 waktu New York, indeks Dow Jones Industrial Average terpantau naik 41,34 poin atau 0,10% menjadi 46.631,75. Kenaikan serupa juga dialami oleh indeks S&P 500 yang bertambah 11,93 poin atau 0,18% ke level 6.711,33, sementara Nasdaq Composite menguat 23,30 poin atau 0,09% mencapai 22.760,43.
Kinerja laba kuartal ketiga Tesla menjadi sorotan utama, meleset dari ekspektasi pasar dan memicu penurunan sahamnya sebesar 5,3%. Meskipun pendapatan melampaui perkiraan, hal itu tidak cukup untuk membangkitkan optimisme pasar yang cenderung mereda sepanjang minggu. Penampilan Tesla ini sangat krusial karena perusahaan kendaraan listrik tersebut merupakan yang pertama dari “Magnificent Seven” yang melaporkan laba, sebuah kelompok yang menyumbang hampir 35% bobot S&P 500 dan kerap menjadi penentu arah pergerakan pasar selanjutnya.
Selain Tesla, saham IBM juga anjlok 5,4% setelah perusahaan melaporkan perlambatan pertumbuhan di segmen perangkat lunak cloud utamanya. Penurunan ini terjadi meskipun IBM secara keseluruhan berhasil melampaui ekspektasi di kuartal ketiga, menunjukkan betapa sensitifnya pasar terhadap prospek pertumbuhan di sektor kunci.
Di tengah pusaran laporan laba, aksi ambil untung, dan meningkatnya ketegangan perdagangan global, reli ekuitas tampaknya mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Meskipun sebagian besar perusahaan telah berhasil melampaui perkiraan analis, prospek yang hati-hati telah menyelimuti bursa. Investor kini lebih selektif dalam mencari pembenaran di balik valuasi ekuitas yang dinilai sangat tinggi.
“Angka-angka tersebut belum cukup menonjol dan belum cukup merajalela untuk benar-benar mendorong pasar melewati tonggak-tonggak penting ini,” ujar Chris Beauchamp, kepala analis pasar di IG Group, seperti dikutip Reuters. Ia menambahkan, “Kehati-hatian memang mulai terasa dan laporan keuangan yang besar akan dirilis minggu depan, dan itu mungkin hanya pendekatan menunggu dan melihat.”
Situasi semakin rumit dengan penutupan pemerintah AS yang kini memasuki hari ke-23. Imbasnya, rilis data ekonomi utama, termasuk data klaim pengangguran mingguan yang biasanya dirilis pada hari Kamis, masih tertunda. Kondisi ini membuat investor kehilangan sinyal-sinyal penting mengenai kondisi ekonomi. Fokus utama pun beralih ke data inti Indeks Harga Konsumen (IHK) hari Jumat, yang diperkirakan stabil di angka 3,1%, sebagai satu-satunya panduan inflasi Federal Reserve menjelang pertemuan kebijakan mereka minggu depan.
Pasar saat ini telah memperhitungkan kemungkinan penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin, dengan para pedagang bertaruh bahwa The Fed akan kembali melonggarkan kebijakannya pada bulan Desember. Sementara itu, laporan Reuters yang menyebutkan bahwa pemerintahan Trump sedang mempertimbangkan pembatasan besar-besaran terhadap ekspor teknologi tinggi ke Tiongkok sebagai balasan atas pembatasan terbaru Beijing terhadap pengiriman logam tanah jarang, turut menyuntikkan ketidakpastian baru ke pasar global.
Ringkasan
Wall Street sempat tertekan akibat laporan laba yang kurang memuaskan dari Tesla dan IBM. Kinerja laba kuartal ketiga Tesla meleset dari ekspektasi, memicu penurunan sahamnya, sementara saham IBM juga anjlok karena perlambatan pertumbuhan di segmen perangkat lunak cloud. Selain itu, ketegangan perdagangan antara AS dan Tiongkok juga menambah sentimen negatif di pasar.
Meskipun demikian, bursa saham Wall Street berhasil membalikkan keadaan dan ditutup dengan penguatan. Investor kini lebih selektif dan menunggu data ekonomi, terutama data inti Indeks Harga Konsumen (IHK), untuk mendapatkan panduan inflasi Federal Reserve menjelang pertemuan kebijakan mereka. Pasar juga mencermati perkembangan terkait potensi pembatasan ekspor teknologi tinggi AS ke Tiongkok.