JAKARTA – Kolaborasi strategis yang melibatkan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan industri perbankan dalam negeri baru saja mengukir babak baru dalam pengembangan pasar keuangan nasional. Pada Jumat (26/9/2025) di Jakarta, mereka secara resmi menandatangani Perjanjian Induk Derivatif Antarbank sekaligus meluncurkan sistem Matchmaking Overnight Index Swap (OIS).
Langkah inovatif ini digadang-gadang sebagai fondasi krusial untuk mewujudkan pasar keuangan yang lebih efisien, transparan, dan berdaya saing. Harapannya, instrumen keuangan domestik ini tidak hanya memperkuat stabilitas, tetapi juga menjadi motor penggerak pembiayaan menuju terciptanya pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di Indonesia.
Sebagai informasi, Matchmaking OIS adalah sebuah mekanisme canggih yang memfasilitasi pencocokan penawaran (bid/ask) transaksi OIS dari para pelaku pasar uang. Proses ini, yang diatur secara ketat oleh BI, bertujuan utama untuk mempercepat penemuan harga (price discovery) dan secara fundamental mengembangkan pasar OIS di Indonesia agar lebih matang dan dinamis.
Lebih dari sekadar pencocokan, sistem Matchmaking OIS ini secara langsung mendorong pembentukan reference rate berbasis Indonia. Indonia sendiri merupakan suku bunga acuan rupiah yang merefleksikan rata-rata bunga transaksi pinjaman antarbank tanpa agunan dengan perspektif forward looking. Diharapkan, proses pencocokan ini akan semakin mendalamkan pasar uang, sekaligus meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter BI.
Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, menjelaskan bahwa Matchmaking OIS berperan vital dalam memfasilitasi transaksi antarbank. Ini memungkinkan harga terbentuk secara lebih efisien dan interaksi pasar berlangsung lebih lancar. Ketersediaan suku bunga acuan berbasis Indonia juga secara signifikan akan memperkuat mekanisme harga instrumen OIS yang bersifat forward looking, memberikan kejelasan dan prediktabilitas bagi pelaku pasar.
Perkembangan positif juga terlihat di pasar valuta asing. Berdasarkan data bank sentral, rata-rata harian transaksi DNDF (Domestic Non-Deliverable Forward) telah mencapai US$212 juta hingga Agustus 2025. Angka ini mencerminkan peningkatan sekitar sepuluh kali lipat dibandingkan dengan awal penerapannya pada tahun 2018. Meskipun demikian, Destry Damayanti menegaskan bahwa capaian ini masih harus terus ditingkatkan, dan sinergi dari seluruh pemangku kepentingan menjadi kunci. “Tentunya BI tidak bisa sendirian, perlu sinergi dan kerja sama kita bersama,” ujarnya, dikutip dari siaran pers Sabtu (27/9/2025).
Untuk mencapai tujuan tersebut, BI secara konsisten mendorong pendalaman pasar keuangan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan volume transaksi dan pembentukan harga yang lebih kredibel. Di pasar uang, fokus utama diarahkan pada transaksi repo dan OIS yang mengacu pada suku bunga acuan Indonesia. Sementara itu, di pasar valuta asing, penguatan dilakukan melalui DNDF dan FX Swap, dengan referensi kurs Jisdor serta kurs acuan non-dolar AS/rupiah.
Sejalan dengan upaya BI, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyambut baik penggunaan Indonia sebagai acuan OIS. Menurutnya, ini adalah langkah strategis yang akan meningkatkan kredibilitas, transparansi, dan efektivitas suku bunga rupiah, selaras dengan reformasi suku bunga global. OJK, kata Dian, berkomitmen penuh untuk melakukan pemantauan, pendampingan, serta mendorong pemanfaatan instrumen berbasis Indonia demi manfaat optimal bagi stabilitas sistem keuangan. “Dengan sinergi seluruh pemangku kepentingan, kita optimis pasar keuangan Indonesia semakin kompetitif dan berdaya saing global,” pungkasnya.
Dukungan konkret dari industri perbankan juga tampak jelas melalui penandatanganan 105 kontrak perjanjian induk derivatif baru dan 23 komitmen kontrak penerapan margin oleh 56 bank. Gestur ini mencerminkan keseriusan perbankan dalam memperkuat fondasi pasar domestik, khususnya dalam pengembangan OIS dan DNDF. Namun, Destry Damayanti mengingatkan bahwa komitmen tersebut tidak boleh berhenti di atas kertas, melainkan harus diwujudkan melalui peningkatan transaksi nyata di pasar.
Ramdan Denny Prakoso, Kepala Departemen Komunikasi BI, menutup dengan optimisme. “Sinergi lintas otoritas dan pelaku pasar diharapkan akan semakin memperdalam, melikuidkan, dan memperkuat daya tahan pasar uang serta valas domestik. Dengan demikian, pasar keuangan Indonesia dapat menjadi pilar penting bagi pembiayaan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan,” tegasnya. Kolaborasi ini menandai langkah maju yang signifikan menuju pasar keuangan Indonesia yang lebih tangguh dan modern.
Ringkasan
Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan industri perbankan berkolaborasi meluncurkan sistem Matchmaking Overnight Index Swap (OIS) dan menandatangani Perjanjian Induk Derivatif Antarbank. Inisiatif ini bertujuan menciptakan pasar keuangan yang lebih efisien, transparan, dan berdaya saing, serta mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Sistem Matchmaking OIS memfasilitasi pencocokan penawaran transaksi OIS dan mendorong pembentukan reference rate berbasis Indonia, suku bunga acuan rupiah yang merefleksikan rata-rata bunga transaksi pinjaman antarbank.
BI terus mendorong pendalaman pasar keuangan melalui peningkatan volume transaksi dan pembentukan harga yang kredibel di pasar uang dan valuta asing. OJK menyambut baik penggunaan Indonia sebagai acuan OIS untuk meningkatkan kredibilitas dan efektivitas suku bunga rupiah. Industri perbankan menunjukkan dukungan dengan penandatanganan kontrak perjanjian induk derivatif baru, yang diharapkan dapat memperkuat fondasi pasar domestik dan meningkatkan transaksi di pasar uang dan valas, sehingga pasar keuangan Indonesia menjadi pilar penting bagi pembiayaan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.