Cek Rekomendasi Saham & Prospek Kinerja Emiten di Tengah Perpanjangan PPN DTP

Pemerintah Indonesia kembali menunjukkan komitmen kuatnya dalam menggerakkan sektor properti dan konstruksi. Melalui alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk tahun 2026, sejumlah emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) diproyeksikan akan menuai sentimen positif signifikan. Fokus utama adalah pada program strategis 3 juta rumah dan perpanjangan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP).

Anggaran sebesar Rp 57,5 triliun disiapkan khusus untuk program 3 juta rumah, sebuah inisiatif ambisius Presiden Prabowo Subianto yang bertujuan menyediakan hunian bagi masyarakat. Tidak hanya itu, pemerintah juga melanjutkan dukungan dengan insentif fiskal untuk 40.000 unit rumah komersial senilai hingga Rp 2 miliar per unit. Langkah ini diharapkan mampu menstimulasi baik permintaan maupun pasokan di pasar properti, mencakup aspek produksi hingga konstruksi. Potensi perpanjangan PPN DTP juga mengemuka dengan alokasi Rp 3,4 triliun untuk tahun 2026, menyusul perpanjangan sebelumnya hingga Desember 2025. Ini menjadi sinyal positif bagi keberlanjutan dukungan pemerintah terhadap sektor properti.

Dampak positif dari kebijakan pro-properti ini secara langsung diproyeksikan akan terasa oleh emiten di sektor properti, konstruksi, dan semen. Kebijakan ini diharapkan menjadi katalisator bagi pertumbuhan pendapatan dan kinerja keuangan perusahaan-perusahaan terkait.

Salah satu emiten yang telah menunjukkan keterlibatannya adalah PT PP Tbk (PTPP). Perseroan ini aktif dalam kerja sama Indonesia-Qatar untuk pembangunan 1 juta rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, yang merupakan bagian integral dari program 3 juta rumah. PTPP berkomitmen menyediakan lahan seluas 26 hektare di berbagai lokasi strategis seperti Jabodetabek, Jawa Barat, Yogyakarta, dan Pekanbaru, serta akan bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan konstruksinya. Namun, menurut Sekretaris Perusahaan PTPP, Joko Raharjo, pihaknya masih menunggu informasi lebih lanjut mengenai kelanjutan proyek vital ini.

Dari jajaran pengembang properti terkemuka, PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dan PT Ciputra Development Tbk (CTRA) menyambut baik kabar program 3 juta rumah dan potensi perpanjangan insentif PPN DTP hingga 2026. Direktur Utama SMRA, Adrianto P. Adhi, memandang PPN DTP sebagai stimulus terbaik di sektor properti. Efeknya yang signifikan tidak hanya berdampak positif pada industri properti itu sendiri, tetapi juga pada berbagai industri pendukungnya. Ia menekankan bahwa insentif ini secara langsung dinikmati oleh konsumen, meningkatkan keyakinan mereka untuk membeli properti. Bagi pengembang, PPN DTP mendorong percepatan pembangunan proyek hunian karena hanya berlaku untuk unit yang telah selesai dan siap dilunasi, sehingga memicu developer untuk mengeluarkan stok siap jual dan membangun proyek baru demi mengejar target.

Senada, Direktur CTRA Harun Hajadi menilai program PPN DTP sangat positif bagi industri. Pengembang yang mampu melakukan serah terima unit diuntungkan, dan pembeli mendapatkan diskon pajak 11% yang ditanggung pemerintah. Namun, Harun mencatat tantangan bahwa tidak semua pengembang selalu memiliki stok rumah yang dapat diserahterimakan dalam periode berlakunya PPN DTP. Ia mengungkapkan, sekitar 60% dari capaian pendapatan prapenjualan atau marketing sales CTRA berasal dari unit yang memanfaatkan insentif ini. Per Juni 2025, CTRA telah membukukan marketing sales sekitar Rp 4,2 triliun, dengan target Rp 11 triliun hingga akhir tahun.

Selain terlibat langsung atau diuntungkan oleh kebijakan tersebut, baik SMRA maupun CTRA juga berkontribusi secara tidak langsung dalam mendukung program 3 juta rumah. SMRA, melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) bersama Yayasan Tzu Chi, berencana merenovasi 500 rumah di Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi, dengan anggaran Rp 15 miliar atau sekitar Rp 30 juta per unit. Adrianto Adhi juga menambahkan bahwa SMRA pernah ditawari lahan oleh pemerintah untuk dikembangkan sebagai bagian dari program pembangunan hunian, namun belum ada kejelasan mengenai status tanah tersebut. Sementara itu, CTRA juga berencana turut serta dengan memperbaiki rumah-rumah tidak layak huni, terutama di Jawa Timur dan di sekitar proyek-proyek Ciputra, sebagai bentuk dukungan terhadap program pemerintah.

Menyoroti prospeknya, Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, menegaskan bahwa program 3 juta rumah dan perpanjangan PPN DTP di tahun 2026 merupakan katalis positif kuat bagi emiten semen, konstruksi, maupun properti. Ia memprediksi, permintaan material seperti semen berpotensi melonjak, membantu meredam isu oversupply yang selama ini membebani industri semen. Bagi sektor properti, insentif PPN DTP yang berlanjut akan mendongkrak daya beli masyarakat dan mengerek penjualan residensial. Sementara itu, BUMN karya seperti PTPP, dengan keterlibatan langsung dalam proyek ini, akan melihat peningkatan backlog dan perbaikan utilisasi kapasitas konstruksi mereka.

Senada dengan pandangan tersebut, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, juga mencermati bahwa alokasi APBN untuk program dan insentif ini adalah kabar baik bagi para emiten. Ia bahkan menyoroti bahwa saham emiten semen saat ini sedang dalam tren uptrend. Data dari RTI menunjukkan saham PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) melonjak 33,97% dalam sebulan terakhir, diikuti PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) yang naik 6,64%. Selain itu, Nafan menambahkan faktor makroekonomi: kebijakan Bank Indonesia (BI) yang menurunkan suku bunga acuan menjadi 5% di bulan Agustus ini, serta potensi penurunan suku bunga global oleh The Fed di akhir 2025, diharapkan akan memberikan katalis positif lebih lanjut bagi kinerja emiten properti dan semen.

Ekky Topan lebih lanjut menjelaskan bahwa kebijakan ini akan berdampak positif pada kinerja saham emiten terkait. Khususnya sektor properti yang saat ini masih diperdagangkan di bawah valuasi intrinsiknya. “Berita ini bisa menjadi pemicu kenaikan harga saham mereka,” ujarnya. Untuk sektor semen, meskipun sentimen positif ada, isu oversupply dan tekanan biaya energi masih menjadi tantangan, sehingga valuasi saham belum sepenuhnya menarik kecuali untuk prospek jangka panjang. Ia merekomendasikan saham SMRA berpotensi menguat kembali menuju level Rp 700 per saham, CTRA menarik dengan target jangka menengah di Rp 1.350 – Rp 1.400. Untuk sektor semen, rekomendasi hold disematkan pada SMGR dengan target harga terdekat di Rp 3.000 – Rp 3.250, sedangkan INTP masih membuka peluang penguatan hingga kisaran Rp 8.000 per saham dalam jangka menengah. Di sektor konstruksi, PTPP menarik dengan target jangka panjang di Rp 570 – Rp 600 per saham.

Nafan Aji Gusta, dengan pertimbangan kenaikan harga saham emiten semen yang belum sepenuhnya didukung sentimen fundamental positif, belum memberikan rekomendasi untuk sektor ini. Namun, ia merekomendasikan add untuk BSDE dengan target harga Rp 1.030 per saham, dan CTRA dengan target Rp 1.420 per saham. Dengan berbagai stimulus pemerintah dan dukungan kebijakan moneter, prospek sektor properti, konstruksi, dan semen tampak menjanjikan ke depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *