JAKARTA – Performa laba bersih PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) selama periode Januari hingga September 2025 secara signifikan melampaui proyeksi konsensus Bloomberg, membuka peluang cerah bagi kenaikan harga saham GGRM di pasar modal.
Berdasarkan laporan keuangan terbaru, GGRM berhasil mencatatkan laba bersih senilai Rp1,12 triliun pada akhir September 2025, menunjukkan peningkatan sebesar 11,55% secara year on year (YoY). Angka ini jauh di atas ekspektasi analis yang tergabung dalam konsensus Bloomberg, yang hanya memproyeksikan laba bersih perseroan pada akhir tahun 2025 akan mencapai Rp642,30 miliar. Proyeksi konsensus ini bahkan mengindikasikan penurunan 34,51% YoY dibandingkan realisasi tahun 2024 yang mencapai Rp980,81 miliar.
Melihat keseluruhan sentimen analis saham yang dihimpun melalui Bloomberg Terminal, sebagian besar masih bersikap hati-hati terhadap saham GGRM. Tercatat, dari 12 analis, 3 analis (25%) merekomendasikan ‘beli’, 5 analis ‘tahan’ (hold), dan 4 analis menyarankan ‘jual’ untuk saham emiten rokok ini.
Namun, beberapa analis memberikan pandangan yang lebih optimis. Analis Panin Sekuritas baru-baru ini menyematkan peringkat ‘beli’ untuk GGRM dengan menaikkan target harga menjadi Rp21.850 per saham, dalam pemeringkatan yang dikeluarkan pada 3 November 2025. Senada, analis Indo Premier Sekuritas juga merekomendasikan ‘beli’ untuk GGRM dengan target harga Rp20.700 per saham.
Di sisi lain, beberapa sekuritas masih merekomendasikan ‘tahan’ untuk saham GGRM. Analis Ciptadana Sekuritas memberikan target harga Rp12.500, sementara CGS International menyematkan target harga Rp14.100 per saham. Meski demikian, pergerakan harga GGRM di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu (5/11/2025) ditutup melemah 3,12% ke level Rp17.100 per saham.
Kepul Asap Cuan GGRM & HMSP Beda Arah, Intip Prospek Emiten Rokok
Dalam riset terbarunya, analis Panin Sekuritas Sarkia Adelia menyoroti peningkatan signifikan pada pendapatan GGRM di kuartal III/2025. Perseroan berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp22,9 triliun selama Juli-September 2025, tumbuh 7,8% secara kuartalan (QoQ).
Peningkatan performa pendapatan ini merata di seluruh segmen penjualan rokok, terutama pada kategori produk sigaret kretek mesin (SKM) yang mencatatkan pendapatan Rp20,2 triliun atau naik 6% QoQ, serta produk sigaret kretek tangan (SKT) yang tumbuh 9,2% QoQ dengan pendapatan Rp2,0 triliun.
“Pulihnya volume permintaan rokok perseroan menjadi pendorong utama, yang selaras dengan membaiknya volume industri rokok secara keseluruhan. Tercatat volume industri mencapai 66 miliar batang, tumbuh 9% QoQ meskipun turun 3% YoY pada kuartal III/2025,” jelas Sarkia, seperti dikutip pada Rabu (5/11/2025).
Dari segi profitabilitas, Panin Sekuritas juga mencatat kenaikan gross profit margin (GPM) GGRM sebesar 260 basis poin (bps) menjadi 11,0% pada kuartal III/2025. Angka ini jauh lebih baik dibandingkan 8,4% pada kuartal II/2025 atau 9,4% pada kuartal III/2024.
Kenaikan GPM tersebut, menurut Sarkia, diakibatkan oleh optimalisasi strategi product mix yang diterapkan perseroan. Kontribusi beban cukai mampu ditekan menjadi 71% dari sebelumnya 75% pada kuartal II/2025, mengindikasikan efisiensi beban cukai per batang melalui penggunaan tarif cukai yang lebih rendah pada segmen SKM tier II dan SKT.
Aksi Blackrock dan Vanguard Cs di Sampoerna (HMSP) dan Gudang Garam (GGRM)
Gudang Garam (GGRM) tercatat sukses menekan beban pita cukai, PPN, dan pajak rokok sebesar 12,85% YoY sepanjang sembilan bulan pertama 2025, dari Rp55,80 triliun menjadi Rp48,63 triliun. Penurunan ini juga berdampak pada porsi beban tersebut terhadap total biaya pokok pendapatan yang turut menyusut dari 83,82% menjadi 79,69%, mencerminkan efisiensi biaya yang signifikan.
Sarkia menambahkan, seiring dengan optimalisasi efisiensi bisnisnya, biaya operasional GGRM pada kuartal III/2025 juga berhasil ditekan turun 31% YoY atau 13,4% QoQ, mencapai Rp1,1 triliun. Alhasil, GGRM berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp990 miliar hanya dalam periode kuartal III/2025 saja, melesat jauh dibandingkan Rp13 miliar pada kuartal II/2025, atau Rp67 miliar pada kuartal III/2024.
Selain efisiensi internal, faktor pasar turut menjadi katalis positif bagi prospek GGRM. Sarkia mencatat, harga ritel pada sejumlah produk kategori SKM tier II di Oktober 2025 terpantau meningkat 2,8% month to month (MoM). Ini mengindikasikan potensi kenaikan average selling price (ASP) GGRM yang dapat berdampak positif pada kinerja kuartal IV/2025, asalkan tekanan volume dapat diminimalisir.
Melihat performa gemilang GGRM selama sembilan bulan pertama 2025, Panin Sekuritas optimistis menaikkan estimasi laba bersih perseroan pada akhir 2025 dan 2026, masing-masing diproyeksikan melesat sekitar 40%-45% YoY dan 50%-70% YoY. “Dengan demikian, kami mengubah rekomendasi kami dari ‘tahan’ menjadi ‘beli’ untuk GGRM, dengan target harga kami revisi naik ke Rp21.850, dari sebelumnya di Rp11.800,” tegas Sarkia.
Revisi rekomendasi beli dan target harga yang lebih tinggi ini mempertimbangkan laporan keuangan yang membaik, strategi efisiensi menuju produk campuran yang lebih terarah, serta stabilisasi cukai dan harga jual eceran (HJE). “Meskipun demikian, investor tetap perlu mencermati risiko yang terkait dengan daya beli konsumen dan sensitivitas mereka terhadap perubahan harga,” pungkas Sarkia, mengingatkan akan pentingnya kehati-hatian dalam investasi.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Ringkasan
Laba bersih PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) pada periode Januari-September 2025 mencapai Rp1,12 triliun, melampaui ekspektasi analis. Peningkatan ini didorong oleh pendapatan yang merata di seluruh segmen penjualan rokok, terutama pada kategori SKM dan SKT, serta optimalisasi strategi product mix yang menekan beban cukai.
Meskipun sebagian analis masih bersikap hati-hati, beberapa analis seperti dari Panin Sekuritas dan Indo Premier Sekuritas memberikan rekomendasi ‘beli’ dengan target harga yang lebih tinggi, mempertimbangkan laporan keuangan yang membaik dan strategi efisiensi. Investor tetap perlu memperhatikan risiko terkait daya beli konsumen dan sensitivitas terhadap perubahan harga.