Scoot.co.id JAKARTA. Pasar modal Indonesia kembali menunjukkan gejolak pada penutupan perdagangan Selasa (28/10/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri sesi dengan koreksi 0,30%, bertengger di level 8.092,63. Pelemahan ini terjadi setelah sempat merasakan sentimen positif di awal sesi.
Sayangnya, optimisme di awal perdagangan tak bertahan lama. IHSG segera berbalik arah, menghabiskan sebagian besar waktu di zona merah, mengindikasikan tekanan jual yang dominan sepanjang hari.
Menurut pandangan Alrich Paskalis Tambolang, Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas, koreksi ini dipicu oleh aksi ambil untung atau profit taking yang masif pada saham-saham berbasis komoditas. Pelemahan harga komoditas emas menjadi katalis utama yang mendorong investor untuk merealisasikan keuntungan, secara tidak langsung membebani kinerja IHSG.
Selain itu, IHSG juga tertekan oleh performa kurang memuaskan dari sejumlah saham blue chips dengan kapitalisasi pasar besar. Koreksi berkelanjutan pada saham-saham konglomerasi turut menambah daftar beban yang menyeret indeks saham acuan tersebut ke zona negatif.
Tidak hanya faktor domestik, pergerakan IHSG juga sejalan dengan tren negatif yang melanda bursa-bursa Asia. Sentimen global dipengaruhi oleh pertemuan penting antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Perdana Menteri Jepang Takaichi, yang menjadi sorotan utama pelaku pasar.
Dari pertemuan tersebut, disepakati kerangka kerja strategis untuk mengamankan pasokan mineral tanah jarang, elemen krusial dalam berbagai industri. Jepang juga mengumumkan paket investasi signifikan senilai US$550 miliar untuk Amerika Serikat, meliputi sektor pembuatan kapal, serta peningkatan pembelian komoditas seperti kedelai, gas alam, dan truk pick up.
Di sisi lain, Herditya Wicaksana, Analis dari MNC Sekuritas, menyoroti berlanjutnya arus modal asing keluar (outflow) dari IHSG. Outflow ini diperkirakan merupakan imbas dari rencana Morgan Stanley Capital Index (MSCI) untuk merevisi metode perhitungan free float saham di Indonesia, yang berpotensi mengubah komposisi portofolio investor global.
Secara eksternal, ketidakpastian seputar kebijakan moneter The Fed tetap menjadi perhatian, terutama mengenai arah suku bunga acuan. Meskipun ada kecenderungan dovish, The Fed disebut masih akan mempertimbangkan berbagai faktor di masa depan, termasuk laju inflasi yang mungkin dipicu oleh perang dagang.
Untuk perdagangan hari Rabu (29/10), Herditya memprediksi tekanan terhadap IHSG masih akan berlanjut, terutama di tengah musim rilis laporan keuangan emiten kuartal ketiga. Investor juga diimbau untuk mencermati hasil pertemuan FOMC pada 30 Oktober mendatang, yang berpotensi memberikan arah baru bagi pasar.
Dengan mempertimbangkan dinamika pasar, Herditya memproyeksikan IHSG akan bergerak dalam rentang 8.040 hingga 8.138. Beberapa saham yang direkomendasikan untuk dicermati investor pada perdagangan besok termasuk PT Barito Pacific Tbk (BRPT) dengan target harga Rp3.660 hingga Rp3.830 per saham, PT Fore Kopi Indonesia Tbk (FORE) di kisaran Rp585 hingga Rp600 per saham, dan PT Rukun Raharja Tbk (RAJA) dengan target Rp7.600 hingga Rp8.250 per saham.
Dari sudut pandang analisis teknikal, Alrich mengamati histogram negatif MACD pada IHSG yang kembali melebar, sementara indikator Stochastic RSI terus bergerak ke bawah di area pivot. Volume jual yang dominan, diperkuat oleh garis A/D yang mengindikasikan adanya distribusi, memperkuat sinyal pelemahan.
Posisi IHSG kini berada di bawah rata-rata pergerakan (MA) 5 dan MA 20, serta mendekati level MA 50 di 8.010. Hal ini menandakan pergerakan menuju lower band, mengindikasikan fase konsolidasi yang cenderung melemah. Alrich memperkirakan IHSG akan menguji level psikologis 8.000, dan jika level tersebut tembus, potensi penurunan lebih lanjut menuju level support 7.850 perlu diwaspadai.
Meskipun demikian, ada beberapa saham pilihan yang menurut Alrich menarik untuk dipertimbangkan investor. Di antaranya adalah PT Mayora Indah Tbk (MYOR), PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP), PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG), dan PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA).