Scoot.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengintensifkan penyidikan kasus dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam rangkaian penyelidikan terbarunya, KPK memanggil dan memeriksa seorang wiraswasta bernama Fitri Assiddikki (FA) sebagai saksi kunci untuk mengurai benang merah aliran dana dan pemberian aset dari tersangka Heri Gunawan (HG).
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan kepada awak media pada Senin (20/10) bahwa pemeriksaan terhadap Fitri Assiddikki berfokus pada dugaan aliran uang serta aset yang diberikan Heri Gunawan. “FA didalami terkait aliran uang dan pemberian aset dari saudara HG yang diduga bersumber dari dugaan tindak pidana korupsi terkait program sosial atau CSR Bank Indonesia atau OJK,” terang Budi.
Dari hasil pemeriksaan awal, penyidik KPK mengendus adanya transfer uang senilai lebih dari Rp 2 miliar yang diduga diterima Fitri dari Heri. Dana tersebut, menurut Budi, sebagian besar digunakan untuk pembelian satu unit mobil mewah dengan taksiran harga sekitar Rp 1 miliar. Kendaraan roda empat tersebut kini telah diamankan dan disita oleh penyidik KPK sebagai bagian dari barang bukti.
Selain transfer dalam mata uang rupiah, KPK juga menemukan adanya aliran dana dalam bentuk mata uang asing, yakni Dolar Amerika Serikat (USD) dan/atau Dolar Singapura (SGD), yang juga diterima Fitri dari Heri. Nilai uang asing ini, setelah dikonversi, mencapai ratusan juta rupiah dan diketahui ditukarkan melalui jasa penukaran uang atau money changer, menambah daftar aset dan uang yang diduga terkait kasus ini.
Prabowo Ungkap Alasan Bentuk Kementerian Haji: Permintaan Langsung dari Pemerintah Arab Saudi
Pemeriksaan Fitri Assiddikki ini merupakan kelanjutan dari pengembangan kasus yang sebelumnya telah menjerat dua anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) sebagai tersangka. Mereka adalah Satori dari Fraksi NasDem dan Heri Gunawan dari Fraksi Gerindra. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang terkait dengan penyaluran dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) serta program Penyuluh Jasa Keuangan (PJK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sepanjang tahun 2020 hingga 2023.
Berdasarkan penyelidikan KPK, Heri Gunawan diduga menerima total dana sebesar Rp 15,86 miliar. Dana fantastis ini diduga berasal dari berbagai sumber, termasuk Rp 6,26 miliar dari kegiatan PSBI Bank Indonesia, Rp 7,64 miliar dari program Penyuluhan Keuangan OJK, serta Rp 1,94 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya. Dana haram tersebut kemudian diduga dialihkan ke rekening pribadi melalui yayasan yang dikelola Heri dan digunakan untuk berbagai keperluan personal, mulai dari pembelian aset, kendaraan, hingga pembangunan rumah makan.
Sementara itu, tersangka Satori diduga menerima dana senilai total Rp 12,52 miliar. Rinciannya mencakup Rp 6,30 miliar dari PSBI BI, Rp 5,14 miliar dari OJK, dan Rp 1,04 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya. Satori diduga menggunakan berbagai modus untuk menyamarkan dana tersebut, termasuk melalui transaksi deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, serta pembelian kendaraan dan aset lainnya. Bahkan, untuk memuluskan upaya pencucian uang, Satori diketahui meminta bantuan dari bank daerah.
Atas perbuatannya, Heri Gunawan dan Satori dijerat dengan Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Selain itu, keduanya juga dikenakan jeratan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, menegaskan komitmen KPK dalam memberantas praktik korupsi dan pencucian uang hingga tuntas.