Scoot.co.id JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) yang baru dilantik, Purbaya Yudhi Sadewa, memberikan tanggapan terkait kebijakan berbagi beban atau burden sharing yang kembali diterapkan pemerintah bersama Bank Indonesia (BI). Kebijakan strategis ini sebelumnya telah diumumkan, di mana Kementerian Keuangan dan BI kembali menyepakati skema burden sharing atas bunga pembelian Surat Berharga Negara (SBN) untuk mendukung pembiayaan program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.
Dalam pernyataan bersama yang dirilis, kedua lembaga negara ini menjelaskan bahwa skema burden sharing atau pembagian beban tersebut merupakan bagian integral dari sinergi kebijakan fiskal dan moneter. Sinergi ini bertujuan utama untuk memperkuat dukungan terhadap berbagai program pemerintah yang telah dicanangkan, demi stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Ketika dimintai keterangan usai pelantikan Menteri dan Wakil Menteri Kabinet Merah Putih di Istana Kepresidenan pada Senin (8/9/2025), Purbaya Yudhi Sadewa menunjukkan sikap terus terang mengenai detail kebijakan tersebut. “Nah, ini [burden sharing] saya cek lagi. Saya belum dengar kalau ini kan ekonomi umum saya bisa. Makasih ya. Anda ketemu saya, saya kan ekonom. Nanti itu [penjelasan burden sharing]. Nanti saya ketemu dengan Anda mungkin malu-malu, kalau sekarang enggak. saya enggak tahu malu,” ujarnya, memberikan kesan bahwa ia akan mendalami lebih lanjut setelah resmi menjabat.
Meskipun demikian, terkait arah kebijakan fiskal secara umum, Purbaya menegaskan optimisme kuat bahwa perlambatan ekonomi yang terjadi belakangan ini masih dapat ditangani dengan cepat dan efektif. “Sekarang kan sedang, ekonomi agak melambat. Kami sudah pelajari kelemahannya, ke depan akan kita perbaiki. Jadi itu enggak terlalu sulit memperbaikinya. Kalau Anda lihat, nanti mungkin dua bulan, tiga bulan dari sekarang, Indonesia cerah kelihatan lagi,” kata mantan Kepala Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu, memproyeksikan perbaikan signifikan dalam waktu dekat.
Purbaya mengakui bahwa tanda-tanda perlambatan ekonomi sudah mulai terlihat sejak Mei hingga Agustus 2025, meskipun pada kuartal II/2025 pertumbuhan ekonomi Indonesia masih mencatat angka positif di 5,12%. Ia menjelaskan bahwa kondisi ekonomi yang melambat inilah yang sempat membuat situasi sosial mudah terpengaruh, bahkan memicu gelombang demonstrasi. “Sebenarnya dari sebelumnya ada gejala pelambatan. Tapi belum ditangani dengan cepat. Nah sekarang pesannya disuruh diperbaiki dengan cepat-secepatnya,” jelasnya.
Menkeu yang baru ini turut menekankan bahwa perlambatan ekonomi memiliki dampak langsung pada dinamika sosial masyarakat. “Kalau orang kerjanya banyak, ini banyak duit, ngapain dia demo, capek. Tapi ini dalam level yang baru awal,” ujarnya. Namun, ia memastikan bahwa pemerintah memiliki instrumen dan kapasitas fiskal yang lebih dari cukup untuk memperbaiki kondisi tersebut.
“Jadi enggak usah takut, kita punya senjata cukup banyak, uang cukup banyak, hanya belum dibelanjakan secara optimal,” tegas Purbaya, menyoroti potensi besar anggaran negara yang dapat dimaksimalkan untuk mendorong pertumbuhan dan kesejahteraan.
Skema Burden Sharing BI-Kemenkeu di Era Prabowo
Skema pembagian beban ini melibatkan pembagian rata biaya bunga SBN setelah dikurangi imbal hasil dari penempatan dana pemerintah pada lembaga keuangan domestik. Mekanisme ini telah berlaku sejak tahun 2025 dan akan terus berlanjut hingga program pembiayaan berakhir, dieksekusi melalui pemberian tambahan bunga ke rekening pemerintah di Bank Indonesia, sejalan dengan peran bank sentral sebagai pemegang kas negara.
Meski demikian, tidak dijelaskan secara spesifik besaran tambahan bunga yang diberikan BI ke rekening pemerintah tersebut. Kedua belah pihak hanya mengklaim bahwa kebijakan ini tetap konsisten dalam menjaga disiplin moneter. “Besaran tambahan bunga oleh Bank Indonesia kepada pemerintah tetap konsisten dengan program moneter untuk menjaga stabilitas perekonomian serta bersinergi untuk memberikan ruang fiskal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan meringankan beban rakyat,” tulis keterangan bersama itu pada Senin (8/9/2025).
Lebih lanjut, dijelaskan bahwa kebijakan ini selaras dengan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan juncto Pasal 22, serta sejalan dengan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Otoritas fiskal menegaskan bahwa belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan tetap difokuskan pada sektor-sektor yang memiliki dampak pengganda luas, termasuk program perumahan dan koperasi desa, sembari tetap menjaga defisit pada level yang rendah.
Di sisi lain, Bank Indonesia menjelaskan bahwa bauran kebijakan moneter akan tetap diarahkan untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, mengelola likuiditas perbankan, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kemenkeu dan BI berkomitmen untuk melanjutkan koordinasi yang erat agar mekanisme pembagian beban bunga ini berjalan efektif, terukur, dan tidak menimbulkan distorsi pasar.
“Sinergi kebijakan terkait pembagian beban bunga dengan pemerintah dilakukan dengan menerapkan kaidah kebijakan fiskal dan moneter yang berhati-hati,” tutup pernyataan bersama tersebut, menegaskan komitmen terhadap prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan keuangan negara dan moneter.
Ringkasan
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi penerapan kembali skema burden sharing antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk mendukung pembiayaan program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. Skema ini merupakan sinergi kebijakan fiskal dan moneter untuk memperkuat dukungan terhadap program pemerintah, menjaga stabilitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Detail mengenai besaran tambahan bunga yang diberikan BI masih belum dijelaskan.
Menkeu mengakui adanya perlambatan ekonomi sejak Mei hingga Agustus 2025, meskipun pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 masih positif. Pemerintah optimis dapat memperbaiki kondisi ekonomi dengan cepat dan memiliki instrumen serta kapasitas fiskal yang cukup. Skema burden sharing melibatkan pembagian biaya bunga SBN setelah dikurangi imbal hasil penempatan dana pemerintah, dan akan terus berlanjut selama program pembiayaan.