Scoot.co.id, JAKARTA — Memasuki kuartal IV/2025, prospek pasar saham Indonesia diprediksi tetap cerah di jalur positif. Berbagai sentimen kuat, mulai dari fenomena window dressing, tebaran dividen interim yang menggiurkan, hingga stimulus fiskal pemerintah, dipercaya akan menjadi pendorong baru bagi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di penghujung tahun.
Kinerja IHSG sepanjang kuartal III/2025 sendiri sudah menunjukkan performa luar biasa, dengan penguatan signifikan sebesar 16,36% dan ditutup di level 8.061,06 pada Selasa (29/9/2025). Puncaknya, pada 24 September lalu, IHSG bahkan berhasil menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah pada level 8.126,55, sekaligus mendongkrak kapitalisasi pasar mendekati angka Rp15.000 triliun.
Momentum positif ini, menurut Head of Research Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia Suryanata, berpeluang besar untuk terus berlanjut. Ia memproyeksikan bahwa pemangkasan suku bunga acuan, stimulus fiskal pemerintah yang progresif, serta rilis laporan keuangan kuartal III emiten akan menjadi penopang utama sentimen positif di pasar. “Laporan kinerja emiten yang solid, ditambah dengan aksi window dressing akhir tahun, akan menjadi katalis yang kuat,” ungkap Liza kepada Bisnis, Rabu (1/10/2025).
Sebagai informasi, window dressing adalah sebuah strategi yang lazim diterapkan oleh manajer investasi. Tujuannya adalah untuk mempercantik atau meningkatkan tampilan kinerja saham maupun reksa dana dalam portofolio mereka, khususnya menjelang presentasi kepada investor atau pemegang saham.
Senada, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, melihat peluang fenomena window dressing akan menghampiri Bursa Efek Indonesia tetap sangat terbuka lebar. “Ini jelas merupakan salah satu katalis positif. Ada banyak aspek yang dapat kita jadikan sentimen positif untuk fenomena window dressing ini,” jelasnya.
Nico mengidentifikasi beberapa faktor kunci yang berpotensi memperkuat momentum tersebut. Pertama, adanya peluang pemangkasan lanjutan suku bunga acuan The Fed, baik pada Oktober maupun Desember, meski tetap bergantung pada data inflasi dan ketenagakerjaan AS. Kedua, potensi tercapainya kesepakatan dagang antara AS dan China yang dapat menjadi penopang perdagangan global. Ketiga, meredanya tensi geopolitik dunia yang secara signifikan akan mengurangi ketidakpastian pasar. Keempat, kemungkinan Bank Indonesia untuk mengikuti langkah The Fed dalam memangkas suku bunga, menciptakan lingkungan kebijakan moneter yang lebih akomodatif.
Meskipun demikian, Nico juga mengingatkan bahwa probabilitas koreksi tetap ada jika sentimen global dan domestik tidak mendukung. “Harapannya peluang tetap ada dan probabilitasnya terbuka. Namun, kuartal keempat biasanya memang menjadi momentum penting di akhir tahun bagi pergerakan IHSG,” imbuhnya. Secara sektoral, ia menyoroti saham-saham berkapitalisasi besar yang menunjukkan prospek positif sepanjang tahun akan lebih berpeluang mengalami window dressing. Beberapa sektor yang layak dicermati investor termasuk perbankan, energi, consumer non-cyclical, teknologi, dan basic materials.
Dengan mempertimbangkan berbagai katalis ini, Kiwoom Sekuritas menargetkan pergerakan IHSG dalam rentang konservatif 7.850–8.000. Sektor-sektor yang diproyeksikan diuntungkan antara lain energi dan komoditas, sementara sektor defensif seperti consumer goods dan telekomunikasi tetap menjadi pilihan menarik bagi para investor.
Melengkapi pandangan tersebut, Community & Retail Equity Analyst Lead Indo Premier Sekuritas, Angga Septianus, menyoroti bahwa dampak kebijakan fiskal pemerintah akan semakin signifikan terasa di kuartal IV. “Paket stimulus yang digelontorkan untuk menopang permintaan domestik, ditambah dengan penurunan suku bunga, akan menunjukkan hasil nyatanya di akhir tahun,” jelas Angga.
Angga merekomendasikan saham-saham perbankan yang dikenal dengan pembagian dividen konsisten seperti BBRI, BMRI, dan BBCA sebagai pilihan investasi yang menarik. Selain itu, saham PT Astra International Tbk. (ASII) juga dinilai prospektif berkat valuasinya yang relatif murah.
Di sisi lain, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menganalisis bahwa pergerakan IHSG akan dipengaruhi oleh kombinasi harmonis dari faktor global dan domestik. Ini mencakup resiliensi ekonomi dunia, kebijakan moneter yang cenderung longgar, serta fenomena Santa Claus Rally dan tebaran dividen interim yang dinanti-nanti.
Untuk pilihan saham, Nafan menilai saham BBCA masih berada di bawah nilai wajarnya (undervalued). Saham-saham sektor perkebunan juga menarik perhatian, terutama dengan potensi kenaikan harga minyak kelapa sawit mentah (CPO). Lebih lanjut, sejumlah saham dengan prospek dividen yang stabil seperti ASII, AUTO, BBNI, BBTN, hingga BNGA layak menjadi pertimbangan serius bagi investor.
Dengan sederet katalis positif dan peluang yang membentang luas ini, kuartal IV/2025 berpotensi besar menjadi momentum strategis bagi para investor untuk mengoptimalkan penataan ulang portofolio mereka. Ini adalah kesempatan emas untuk mengincar keuntungan substansial dari fenomena window dressing hingga penghujung tahun.
JP Morgan Revisi Target IHSG
Dalam perkembangan terbaru yang semakin menambah optimisme pasar, JP Morgan Sekuritas baru-baru ini merevisi naik target Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ke level 8.600. Revisi ambisius ini didorong oleh keyakinan kuat akan potensi kembalinya arus modal asing yang signifikan ke pasar negara berkembang (emerging market).
Tim Analis JP Morgan Sekuritas, di bawah kepemimpinan Henry Wibowo, menyoroti kinerja impresif IHSG yang telah melonjak 27% dalam enam bulan terakhir dan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa (ATH) pada posisi penutupan 8.125. Namun, mereka juga mencatat bahwa investor asing masih membukukan jual bersih atau net sell sekitar US$3 miliar. Tekanan lain yang perlu diawasi adalah depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang mendekati 2% sejak pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia.
Meskipun demikian, JP Morgan Sekuritas mempertahankan pandangan netral terhadap pasar saham Indonesia. Mereka sangat meyakini bahwa potensi kembalinya aliran modal asing ke pasar negara berkembang dapat mendorong proses re-rating, terutama mengingat valuasi pasar saham Indonesia yang saat ini dinilai tidak terlalu mahal. Data dari JP Morgan menunjukkan bahwa rasio Price to Earnings Ratio (PER) IHSG saat ini berada di 12 kali, atau 1,5 kali standar deviasi di bawah rata-rata sepuluh tahunnya, mengindikasikan ruang pertumbuhan yang menarik.
“Kami menaikkan target IHSG dengan base case 8.600 dalam 12 bulan ke depan,” demikian pernyataan tim analis dalam riset yang dirilis pada Selasa (30/9/2025). Untuk skenario bull case, IHSG diproyeksikan mampu menembus level 9.000, sementara pada skenario bear case, IHSG diramalkan berada di level 6.600 dalam periode 12 bulan mendatang. Perlu dicatat, target ini merupakan peningkatan signifikan dari estimasi sebelumnya yang memproyeksikan IHSG bergerak di rentang 7.500-8.000 hingga akhir tahun ini.
Sejalan dengan revisi target IHSG, JP Morgan juga memaparkan proyeksi sektoral yang menarik. Prospek sektor industrial ditingkatkan dari netral menjadi overweight, sejalan dengan peningkatan peringkat untuk saham PT Astra International Tbk. (ASII). Sebaliknya, sektor energi mengalami penurunan peringkat dari netral menjadi downgrade, didasari oleh prospek permintaan dan pasokan batu bara yang lesu.
“Kami tetap mempertahankan posisi overweight terhadap sektor konsumer, yang kuat ditopang oleh belanja pemerintah dan berbagai upaya stimulus ekonomi yang difokuskan untuk mendongkrak konsumsi domestik,” tambah tim analis JP Morgan.
Dalam rekomendasi saham, JP Morgan Sekuritas menunjukkan preferensi terhadap emiten-emiten berkualitas yang memiliki fokus kuat pada pasar domestik, di antaranya BBCA, AMRT, ICBP, MAPI, dan ISAT. Selain itu, saham GOTO juga dinilai cukup menarik karena harganya yang telah mendekati level Rp50 per saham, mengindikasikan potensi apresiasi. Mereka juga merekomendasikan emiten yang sensitif terhadap penurunan suku bunga, seperti ASII, CTRA, PWON, serta ANTM sebagai representasi (proxy) investasi emas.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.