Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dengan tegas menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak akan digunakan untuk melunasi utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, yang kini dikenal sebagai Whoosh. Solusi pembayaran utang krusial ini akan difasilitasi melalui Badan Investasi Danantara Indonesia, bukan dari kas negara, sebuah langkah strategis untuk menjaga stabilitas fiskal.
Penegasan ini disampaikan Purbaya menjelang Rapat Dewan Pengawas Danantara di Wisma Mandiri, Jakarta Selatan. Meskipun mengaku belum mengetahui secara pasti agenda rapat tersebut, Purbaya menjelaskan mekanisme baru ini. “Ini bukan berarti utangnya tidak dibayar. Dulu, memang semuanya pemerintah yang menanggung,” ujarnya saat ditemui di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta Selatan, pada Rabu (15/10), mengklarifikasi pergeseran tanggung jawab.
Lebih lanjut, Menkeu Purbaya memaparkan bahwa saat ini seluruh dividen dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah dialokasikan ke Danantara. Akumulasi dividen ini membuat Danantara dinilai memiliki kapasitas finansial yang cukup untuk menanggung pembayaran kewajiban utang proyek Whoosh. “Ketika wewenang sudah dipisahkan dan seluruh dividen masuk ke Danantara, Danantara cukup mampu untuk membayar itu,” tegasnya.
Pemerintah, imbuh Purbaya, tidak akan lepas tangan dari kewajiban ini. Namun, skema pembayaran diarahkan sedemikian rupa agar tidak membebani APBN secara langsung. “Jadi, utangnya tetap dibayar. Akan tetapi, pembayarannya melalui Danantara, bukan dari APBN kelihatannya. Arahnya saya maunya ke sana,” pungkas Purbaya, menunjukkan preferensi mekanisme pembayaran yang telah disiapkan.
Sebelumnya, dalam upaya mencari solusi atas pembengkakan utang Whoosh, Danantara Indonesia telah mengusulkan dua skema kepada Menko bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Salah satu skema signifikan melibatkan partisipasi pemerintah dalam menanggung sebagian utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung, menandai adanya diskusi mendalam mengenai struktur pembiayaan.
Usulan yang disampaikan oleh COO Danantara, Dony Oskaria, juga mencakup opsi penyerahan infrastruktur KCIC kepada pemerintah. Dengan demikian, KCIC akan bertransformasi menjadi operator tanpa kepemilikan aset infrastruktur, atau dikenal sebagai model Asset Light. Pendekatan ini diharapkan dapat meringankan beban finansial KCIC dan PT KAI.
Dony Oskaria juga sebelumnya telah mengonfirmasi bahwa kerugian yang dialami oleh PT KAI sebagian besar disebabkan oleh membengkaknya utang Whoosh, sebuah persoalan yang memerlukan penanganan segera. Ia memastikan bahwa penyelesaian isu ini telah menjadi prioritas dan masuk dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) Tahun 2025. “Ini akan kita selesaikan segera, nanti masuk dalam RKAP kita tahun ini,” jelas Dony, memberikan kepastian mengenai komitmen penyelesaian.