Menteri Kebudayaan Fadli Zon baru-baru ini kembali mengangkat isu penganugerahan gelar Pahlawan Nasional untuk Presiden ke-2 RI, Soeharto. Dalam keterangannya, Fadli menyebutkan bahwa Soeharto adalah salah satu dari 49 nama yang diusulkan dan telah tiga kali diajukan untuk menerima gelar prestisius ini, termasuk pada tahun 2011 dan 2015.
Fadli Zon menegaskan bahwa figur Soeharto telah memenuhi semua kriteria yang diperlukan untuk dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional. Salah satu argumen utamanya adalah peran krusial Soeharto sebagai Komandan dalam Serangan Umum 1 Maret 1949. “Serangan Umum 1 Maret itu salah satu yang menjadi tonggak Republik Indonesia itu bisa diakui oleh dunia,” ujar Fadli Zon di Istana Merdeka Jakarta pada Rabu (5/11), menyoroti betapa pentingnya peristiwa tersebut dalam legitimasi internasional Indonesia.
Lebih lanjut, politisi Partai Gerindra itu juga menekankan kontribusi Soeharto dalam operasi pembebasan Irian Barat. Fadli Zon tidak hanya memaparkan jasa-jasa Soeharto, tetapi juga menepis tudingan mengenai keterlibatan mantan penguasa Orde Baru tersebut dalam tragedi kemanusiaan pasca peristiwa Gerakan 30 September atau G30S pada tahun 1965. “Tidak pernah terbukti soal pelaku genosida. Saya kira itu tidak ada,” tandasnya, membantah keras narasi yang menyebut Soeharto terlibat dalam kejahatan kemanusiaan.
Namun, wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto tidak berjalan mulus tanpa penolakan. Ratusan tokoh dari berbagai latar belakang, mulai dari aktivis, akademisi, hingga perwakilan lembaga masyarakat, telah menyurati Presiden Prabowo Subianto. Surat tersebut secara tegas menyuarakan penolakan terhadap usulan ini, menggambarkan adanya spektrum pandangan yang kuat di masyarakat.
Para penolak beralasan bahwa masa pemerintahan Soeharto diwarnai dengan berbagai catatan gelap, terutama terkait pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang sistematis. Selain itu, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) disebut merajalela, serta adanya pembatasan ketat terhadap kebebasan berpendapat, kebebasan pers, dan kebebasan akademik. Poin-poin inilah yang menjadi dasar kuat penolakan mereka.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menjelaskan lebih lanjut mengapa ratusan tokoh tersebut menolak keras usulan penganugerahan gelar pahlawan bagi Soeharto. “Presiden harus menolak usulan gelar pahlawan yang diajukan oleh Dewan Gelar di dalam kementerian atau di dalam pemerintahan,” kata Usman di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Selasa (4/11), menyerukan kepada kepala negara untuk mendengarkan aspirasi masyarakat sipil yang menyoroti rekam jejak kontroversial Soeharto.
Ringkasan
Fadli Zon kembali mengangkat isu penganugerahan gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto, mengklaim bahwa Soeharto memenuhi kriteria berdasarkan perannya dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 dan pembebasan Irian Barat. Fadli juga menepis tudingan keterlibatan Soeharto dalam tragedi pasca G30S, menegaskan bahwa tuduhan genosida tidak pernah terbukti.
Usulan ini mendapat penolakan dari ratusan tokoh yang menyurati Presiden Prabowo Subianto, menyoroti catatan gelap pemerintahan Soeharto terkait pelanggaran HAM sistematis, KKN, dan pembatasan kebebasan berpendapat. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyerukan agar presiden menolak usulan tersebut, mendengarkan aspirasi masyarakat sipil mengenai rekam jejak kontroversial Soeharto.