Sebanyak 18 gubernur se-Indonesia, yang dipimpin oleh Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, secara tegas menyatakan penolakan terhadap kebijakan pemotongan anggaran daerah yang digagas oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Konsensus ini muncul dari kekhawatiran serius akan dampak signifikan terhadap agenda pembangunan di berbagai wilayah di Tanah Air.
Sherly Tjoanda menegaskan, tak satu pun gubernur menyetujui langkah pemangkasan ini. “Semuanya tidak setuju karena pemotongan anggaran yang cukup besar akan berdampak langsung pada janji pembangunan, seperti proyek jalan dan jembatan di berbagai daerah,” ujarnya dengan nada prihatin. Penolakan ini disampaikan langsung oleh para kepala daerah tersebut di kantor Kementerian Keuangan di Jakarta, pada Selasa (7/10), sebagai wujud keberatan kolektif mereka.
Besaran pemotongan anggaran ini memang mencengangkan. Sherly merinci bahwa rata-rata pemangkasan di tingkat provinsi mencapai 20 hingga 30 persen. Angkanya bahkan lebih ekstrem di tingkat kabupaten, di mana beberapa daerah seperti Jawa Tengah mengalami pemotongan hingga 60-70 persen. Kondisi ini, tak pelak, akan sangat memberatkan pelaksanaan pembangunan infrastruktur di daerah.
Menyikapi situasi ini, Sherly berharap Menteri Keuangan Purbaya dapat membuka ruang komunikasi yang konstruktif untuk menemukan solusi terbaik. Tujuannya agar pembangunan infrastruktur tetap berjalan lancar, pembayaran gaji pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) tetap terjamin, dan pertumbuhan ekonomi daerah tetap sesuai harapan. Senada dengan itu, Gubernur Aceh Muzakir Manaf, atau akrab disapa Mualem, mengungkapkan bahwa provinsinya sendiri harus menghadapi pemotongan anggaran hingga 25 persen. “Kami semua mengusulkan agar anggaran tidak dipotong karena beban di provinsi masing-masing sudah berat,” tegas Mualem, menggarisbawahi urgensi masalah ini.
Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) sekaligus Gubernur Jambi, Al Haris, menjelaskan bahwa permintaan audiensi dengan Menteri Keuangan ini memang sengaja diajukan untuk menyampaikan langsung keluhan terkait pemotongan dana transfer ke daerah (TKD). Ia menyoroti dampak krusial bagi daerah dengan pendapatan asli daerah (PAD) yang kecil. “Ada daerah yang bahkan kesulitan membayar operasional, termasuk gaji PPPK. Dampaknya luar biasa bagi daerah,” ujar Al Haris, menggambarkan betapa vitalnya TKD bagi kelangsungan pemerintahan di banyak wilayah.
Al Haris menegaskan, daerah dengan PAD yang minim akan semakin terhambat dalam mengembangkan wilayahnya jika TKD terus dipangkas. “Visi dan misi kepala daerah bisa tidak tercapai karena fokus hanya pada jalannya roda pemerintahan,” tambahnya. Sebagai informasi, Transfer ke Daerah (TKD) sendiri adalah dana yang bersumber dari APBN, dialokasikan untuk mendanai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
Menanggapi keluhan tersebut, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menunjukkan sikap yang responsif. “Pak Menteri responsif sekali. Beliau berjanji tahun depan, seiring berjalannya waktu, akan dilakukan evaluasi lagi terhadap TKD ke daerah,” ungkap Al Haris, menyampaikan harapan akan adanya perbaikan di masa mendatang.
Audiensi penting tersebut melibatkan perwakilan dari 18 gubernur yang secara langsung hadir. Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, provinsi-provinsi yang turut serta dalam penyampaian keberatan ini meliputi Jambi, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kepulauan Bangka Belitung, Banten, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Sumatra Barat, DI Yogyakarta, Papua Pegunungan, Bengkulu, Aceh, Sumatra Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).